*Oleh Tim taxpert®
Pada tanggal 4 Agustus 2020, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 99/PMK.010/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (selanjutnya disebut “PMK-99/2020”). PMK-99/2020 merupakan pengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 tentang Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (selanjutnya disebut “PMK-116/2017”). PMK-99/2020 mulai berlaku pada tanggal 5 Agustus 2020.
Sebagai pengganti PMK-116/2017, PMK-99/2020 tetap mempertahankan seluruh Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai yang disebutkan dalam PMK-116/2017 yaitu: beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi.
Perbedaan utama antara PMK-99/2020 dengan PMK-116/2017 adalah dalam hal ikan segar/dingin. Dalam PMK-99/2020, ikan segar/dingin dimasukkan sebagai Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, sementara dalam PMK-116/2017 ikan segar/dingin tidak disebutkan. Tentu dengan terbitnya PMK-99/2020 ini memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak tentang bagaimana perlakuan PPN atas ikan segar/dingin.
Kemudian, sebagai Wajib Pajak dan Konsultan Pajak, kita bertanya-tanya kenapa akhirnya ikan segar/dingin dikategorikan sebagai Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai? Menurut kami, pertanyaan ini wajar saja diungkapkan karena apabila kita melihat Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (selanjutnya disebut “UU PPN”) khususnya pada memori penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b, ikan tidak disebutkan sebagai Barang Kebutuhan Pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Dalam memori penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN tersebut, hanya disebutkan 11 (sebelas) barang kebutuhan pokok yaitu: beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam; daging; telur; susu; buah-buahan; dan sayur-sayuran. Terlepas dari itu, terbitnya PMK-99/2020 merupakan hasil kajian mendalam dari Pemerintah sehingga Pemerintah memiliki alasan yang sangat kuat untuk memasukkan ikan segar/dingin sebagai Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Lebih lanjut, karena PMK-99/2020 hanya menambahkan ikan segar/dingin sebagai Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, maka ikan yang sudah diolah misal: ikan asap, ikan asin, ikan kalengan, dan ikan lainnya yang sudah mengalami perubahan bentuk maupun sifat adalah merupakan Barang Kena Pajak yang Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini dikarenakan bahwa proses pengolahan yang merubah bentuk maupun sifat dari suatu barang merupakan pengertian menghasilkan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 16 UU PPN. Ketentuan mengenai hal ini menurut kami sudah sangat jelas sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi.
*)Tulisan di atas merupakan analisis sederhana yang Tim taxpert® lakukan terhadap PMK-99/2020 dan tidak mengikat. Artinya bahwa bisa saja pendapat Tim taxpert® berbeda dengan pendapat Direktorat Jenderal Pajak. Oleh karena itu, kami tidak bertanggung jawab apabila perbedaan itu terjadi. Silahkan merujuk ke versi lengkap PMK-99/2020 apabila akan dijadikan rujukan. Klik tautan di bawah ini untuk mengunduh.
Komentar Terbaru